Fasset Dorong Literasi Kripto di Indonesia Lewat Diskusi Panel “Crypto for Everyone: From Hype to Type”

Fasset sukses menggelar diskusi panel “Crypto for Everyone: From Hype to Type” pada 25 Februari 2025 di Jakarta, sebagai bagian dari dukungan terhadap Bulan Literasi Kripto 2025. Acara ini menghadirkan para ahli industri untuk membahas transformasi kripto di Indonesia dari sekadar tren spekulatif menjadi aset dengan aplikasi nyata. Selain membahas regulasi dan edukasi kripto, Fasset juga memperkenalkan inisiatif zakat kripto untuk memfasilitasi pembayaran zakat menggunakan aset digital.

Jakarta, 27 Februari 2025 – Fasset, platform pertukaran aset kripto terkemuka asal Dubai, Uni Emirat Arab yang berkomitmen pada prinsip Syariah*, sukses menggelar diskusi panel bertajuk “Crypto for Everyone: From Hype to Type” pada Selasa, 25 Februari 2025, di The Hub Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Acara ini merupakan bagian dari dukungan Fasset terhadap Bulan Literasi Kripto 2025. Dengan antusiasme yang tinggi, acara ini dihadiri oleh hampir 100 peserta, termasuk investor, komunitas kripto, dan para profesional di industri blockchain.

Image

Diskusi ini dimoderatori oleh Fajar Insan Hadi selaku Head of Marketing FASSET, dan menghadirkan panelis dari berbagai latar belakang seperti Putri Madarina, Country Director Fasset Indonesia, Eko Mamahit, CEO FutureCoin, serta Greenman-Ron, Educator Blockdev.id. 

Fasset memilih judul acara “Crypto for Everyone: From Hype to Type” karena Fasset memahami bahwa minat masyarakat Indonesia khususnya terhadap aset kripto semakin meningkat, dan kami berkomitmen untuk memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat.

Sementara itu, “From Hype to Type” mencerminkan perubahan dalam perbincangan seputar kripto dari sekadar euforia (hype) menuju pemahaman yang lebih terstruktur (type).

Image

Sebagai negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi ketiga di dunia menurut data Chainalysis, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam cara masyarakat memandang aset digital. Dalam sesi diskusi yang dipandu oleh para ahli industri, berbagai perspektif mengenai pertumbuhan dan tantangan kripto di Indonesia dibahas secara mendalam.

“Menurut saya, hype kripto pertama terjadi pada tahun 2017 ketika Bitcoin masih di sekitar angka Rp200 juta, dan kembali meningkat pada masa pandemi COVID-19. Saat ini masyarakat semakin menerima bahwa kripto bukan sekadar tren, tetapi bagian dari masa depan investasi,” kata Putri Madarina.

Sementara itu, Eko Mamahit CEO Futurecoin menyoroti bahwa komunitas kripto di Indonesia kini lebih ingin memahami aspek fundamental daripada sekadar mengejar keuntungan.

“Dulu, orang hanya ingin tahu cara investasi, sekarang mereka mulai memahami teknologi di baliknya, seperti smart contracts dan mencoba untuk ikut terlibat pada airdrop yang tidak sekedar permainan namun ke hal yang jauh lebih kompleks,” ujarnya.

Dari sudut pandang pengembang, Greenman-Ron dari Blockdev.id menambahkan bahwa jumlah developer blockchain di Indonesia meningkat drastis, bahkan mencapai 7-10 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, ia bersama tim Blockdev.id pernah mengadakan hackathon dengan peserta ratusan orang, bahkan ada anak usia 10-12 tahun yang sudah bisa menjadi developer. Dalam sesi diskusi, Ron juga membahas berbagai proyek Web3 yang sedang dikembangkan oleh komunitas di Indonesia yang berpotensi mempercepat adopsi kripto.

“Ngomongin blockchain, para builders (proyek Web3) itu banyak banget. Blockdev sendiri sudah mengadakan beberapa hackathon, dan beberapa contoh use case-nya adalah proyek Web2 untuk pencatatan data limbah, mutual aid crowdfunding, hingga proyek di sebuah kampus di Bandung yang menggunakan teknologi blockchain dan AI untuk menghitung air yang keluar dari toren di seluruh kampus setiap harinya. Tentunya itu adalah use case teknologi blockchain yang luar biasa,” jelas Greenman-Ron.

Image

Dalam sesi tanya jawab, audiens juga menyoroti berbagai tantangan dalam adopsi kripto di Indonesia, termasuk beragam miskonsepsi yang masih beredar luas. Salah satu yang paling sering muncul adalah mengenai regulasi kripto di Indonesia. Putri Madarina menegaskan bahwa meskipun kripto tidak diijinkan diperlakukan sebagai alat pembayaran, aset kripto legal sebagai komoditas yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Bappebti dan sejak Januari 2025 telah beralih ke OJK.

Selain itu, dari perspektif seorang edukator, Eko Mamahit mengungkapkan bahwa salah satu kesalahpahaman terbesar yang sering ia temui adalah anggapan bahwa seseorang harus memiliki dana besar untuk bisa berinvestasi dalam kripto.

“Banyak yang masih berpikir bahwa untuk membeli Bitcoin, mereka harus memiliki Rp1,6 miliar terlebih dahulu, padahal kenyataannya, Bitcoin dapat dibeli dalam pecahan kecil mulai dari puluhan ribu rupiah saja,” jelasnya.

Selain menyoroti terkait tantangan adopsi kripto, audiens juga membahas terkait Fasset yang memiliki pendekatan syariah dan inovasi zakat kripto

“Kami berkomitmen dalam menyediakan layanan yang sesuai dengan prinsip keuangan Islam. Kami fokus pada spot market dimana sifatnya murni jual beli aset tanpa unsur spekulasi berlebihan. Kami juga memiliki salah satu inisiatif terbaru yaitu Zakat Crypto. Fasset berencana berkolaborasi dengan salah satu platform zakat untuk memfasilitasi pembayaran zakat menggunakan aset kripto, sebuah langkah yang sudah diterapkan di Malaysia. Kami ingin menjadi exchange pertama di dunia yang memungkinkan pengguna membayar zakat kripto dengan mudah,” tutup Putri Madarina.

Image

Sebagai platform yang mendukung inklusivitas keuangan, Fasset menawarkan pengalaman investasi yang mudah dan terjangkau, terutama bagi pemula. Dengan biaya penarikan hanya Rp5.000 dan deposit gratis, Fasset memastikan investasi kripto lebih hemat. Selain itu, Fasset telah mengkurasi aset kripto yang terdaftar, sehingga pengguna, terutama pemula, dapat berinvestasi dengan lebih nyaman tanpa perlu khawatir memilih aset berisiko tinggi.

Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES